Perkembangan
sosioemosional anak pada masa sekolah dasar
Perkembangan
sosioemosional merupakan proses individu
melatih kepekaan yang ada pada dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial
terutama pada tekanan-tekanan dan tuntutan dalam kehidupan serta belajar untuk
berinteraksi dengan berperilaku seperti orang lain di dalam lingkungan sosial. Perkembangan sosioemosional anak
berlangsung sejak bayi secara bertahap dan melelui proses penguatan dan
modeling (untuk ditiru). Interaksi seorang bayi dengan ibunya misalnya, melalui
penguatan positif dan negatif. Seorang bayi akan menarik perhatian ibunya
dengan tersenyum, mengoceh dan menangis. Penguatan positif ditunjukan dengan
senyuman dan ocehan bayi sedangkan penguatan negatif ditunjukan dengan
menangis.Seiring dengan bertambahnya usia pada anak, semakin berkembang pula
emosional dan interaksi sosialnya. Ketika anak memasuki usia SD, perkembangan
internal pribadi anak sendiri akan mendorong untuk memperluas lingkup pergaulan
atau lingkungan sosialnya. Di sekolah anak akan mendapati lingkungan pergaulan
baru, tidak hanya berinteraksi dengan keluarga, di sini ia mulai mengenal guru
dan teman sekelasnya.
Menjalin hubungan pertemanan akan memperluas interaksi sosial anak. Dengan
adanya pertemanan anak dapat menyalurkan keterampilan fisik dan komunikasi
untuk memperluas hubungan dengan orang lain. Selain itu, anak juga dapat
memenuhi kebutuhan sosial seperti kesamaan, harapan dan pola pikir. Perkembangan emosi pada usia ini sudah nampak melalui perasaan rasa tidak
menyukai suatu hal, rasa malu, cemas dan kecewa. Jika ada teman yang
menyakitinya anak akan mempunyai perasaan tidak suka bermain dengan anak
tersebut. Perasaan malu ketika anak tidak bisa mengerjakan soal di depan kelas.
Perasaan cemas pada saat tidak bisa mengerjakan ulangan dan perasaan kecewa
pada saat mendapatkan hasil ulangan yang tidak memuaskan.
Konsep diri merupakan unsur penting dalam
kepribadian. Konsep diri mengenai kemampuan, perilaku, harga diri dan
kepribadiannya akan mempengaruhi bagaimana ia akan memperlakukan dirinya
sendiri dan berinteraksi dengan orang lain. Contohnya anak yang mempunyai
konsep diri sebagai anak baik, tentu ia akan menjaga perilakunya dan berhati –
hati dalam bertindak dan berinteraksi dengan orang lain. Kesadaran anak mengenai identitas jenis kelamin dan peranannya dipengaruhi
faktor biologis dan sosial. Dari faktor biologis, tentu anak dapat melihat
perbedaannya dari fisik. Perbedaan struktur genetik menyebabkan pria lebih
cenderung agresif dan instrusif sementara wanita lebih cenderung inslusif dan
pasif. Dari faktor sosial, misalnya di dalam keluarga, anak dapat melihat
bagaimana peran ayah dan ibunya atau dengan kata lain peran pria dan wanita.
1.
Perkembangan sosial
Perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang
sesuai dengan tuntutan sosial. Dalam perkembangan sosial anak sekolah dasar
kelompok dan permainan anak memegang peranan yang penting. Melalui kegiatan
kelompok bermain, anak SD akan belajar bergaul dan bersosialisasi dengan
anak-anak lain. Pada tahap sekolah dasar anak telah mampu menjalin pertemanan
dan mampu melindungi temannya. Namun tidak dipungkiri bahwa masih ada sifat
egosentris anak yang masih terdapat dalam dirinya. Dalam mendefinisikan dirinya
dalam kelompok mereka telah mampu bertoleransi dengan temannya dan mampu
memahami perasaan temannya.
Melalui
pergaulan atau hubungan sosial, baik dengan orang tua, anggota keluarga, orang
dewasa lainnya maupun teman bermainnya, anak mulai mengembangkan bentuk-bentuk
tingkah laku sosial, diantaranya sebagai berikut.
- Pembangkangan (Negativisme)
Pembangkangan yaitu suatu
bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi
sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau
lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Tingkah laku ini mulai
muncul pada kira-kira usia 18 bulan dan mencapai puncaknya pada usai tiga
tahun. Berkembangnya tingkah laku negativisme pada usia ini dipandang pada usia
yang wajar. Setelah usia empat tahun, biasanya tingkah laku ini mulai menurun.
Antara usia empat dan enam tahun, sukap membangkang/melawan secara fisik
beralih menjadi sikap melawan secara verbal (menggunakan kata-kata). Sikap
orang tua terhadap tingkah laku melawan pada usia ini, seyogiyanya tidak memandangnya sebagi pertanda bahwa anak itu
anak nakal, keras kepala, tolol atau sebutan lainnya yang negatif. Dalam hal ini, sebaiknya orang tua mau memahami
tentang proses perkembangan anak, yaitu bahwa secara naluriah anak itu
mempunyai dorongan untuk berkembang dari posisi “dependent” (ketergantungan)
ke posisi “independent” (bersikap
mandiri). Tingkah laku melawan merupakan salah satu bentuk dari proses
perkembangan tersebut.
b.
Agresi
(aggression)
Agresi yaitu perilaku menyerang balik
secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (vebal). Agresi ini merupakan salah
satu bentuk reaksi terhadap frustrasi (rasa kecewa karena tidak terpenuhi
kebutuhan/keinginannya) yang dialaminya. Agresi ini mewujud dalam perilaku
menyerang, seperti: memukul, mencubit, menendang, menggigit, marah-marah dan
mencaci maki. Orang tua yang menghukum anak yang agresif, menyebabkan
meningkatnya agresivitas anak. Oleh karena itu, sebaiknya orang tua berusaha
untuk mereduksi, mengurangi agresivitas anak tersebut dengan cara mengalihkan
perhatian/keinginan anak, memberikan mainan atau sesuatu yang diinginkannya
(sepanjang tidak membahayakan keselamatannya), atau upaya lain yang bisa
meredam agresivitas anak tersebut.
- Berselisih/bertengkar (quarreling)
Berselisih/bertengkar terjadi apabila seorang anak merasa
tersinggung atau terganggu
oleh sikap dan perilaku anak lain, seperti diganggu
pada saat mengerjakan sesuatu atau direbut barang atau mainannya.
- Menggoda (teasing)
Menggoda yaitu sebagai bentuk lain dari
tingkah laku agresif. Menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain
dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan), sehingga menimbulkan
reaksi marah pada orang yang disekitarnya.
- Persaingan (rivarly)
Persaingan yaitu
keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong (distimulasi) oleh
orang lain. Sikap persaingan ini mulai terlihat pada usia empat tahun, yaitu
persaingan untuk prestise dan pada
usia enam tahun, semangat bersaing ini berkembang dengan lebih baik.
- Kerjasama (cooperation)
Kerjasama yaitu sikap mau bekerja sama dengan
kelompok. Anak yang berusia dua atau tiga tahun belum berkembang sikap
bekerjasamanya, mereka masih kuat sikap “self-centered”-nya.
Mulai usia tiga tahun akhir atau empat tahun, anak sudah mulai menampakkan
sikap kerjasamanya dengan anak lain.
Pada usia enam atau tujuh tahun, sikap kerja sama ini sudah berkembang
dengan lebih baik lagi. Pada usia ini anak mau bekerja kelompok dengan
teman-temannya.
- Tingkah
laku berkuasa (ascendant behavior)
Tingkah laku berkuasa yaitu
sejenis tingkah laku untuk menguasi situasi sosial, mendominasi atau bersikap “bussiness.” Wujud dari tingkah lauk ini, seperti: meminta,
menyuruh, dan mengancam atau memaksa orang lain untuk memenuhi kebutuhan
dirinya.
Kemampuan bersosialisai sangat
berperan penting dalam perkembangn anak. Jika anak tidak mampu bersosialisasi
dengan baik maka wawasan mereka akan tidak berkembang. Kita ambil contoh
misalnya ada anak kelas 2 SD, dia di beri PR oleh gurunya missal PR matematika
jika dia tidak memiliki kemampuan untuk bersosialisai dengan baik PR tersebut
mungkin tidak di kerjakan, karena orang yang minim dalam komunikasi biasanya
malu untuk bertanya. Berbicara masalah kemampuan bersosialisai ada beberapa
faktor yang mempengaruinya, faktor tersebut diantaranya :
a.
Adanya kesempatan untuk bergaul
dengan orang-orang di sekitarnya dari berbagai
usia dan latar belakang.
Semakin banyak dan bervariasi pengalaman dalam
bergaul dengan orang-orang di
lingkungannya, maka akan semakin banyak pula hal-hal yang dapat dipelajarinya, untuk menjadi bekal dalam meningkatkan keterampilan sosialisasi tersebut.
b.
Adanya minat dan motivasi untuk
bergaul
Semakin banyak pengalaman yang menyenangkan yang
diperoleh melalui pergaulan dan aktivitas sosialnya, minat dan motivasi untuk
bergaul juga akan semakin berkembang. Keadaan ini memberi peluang yang lebih
besar untuk meningkatkan ketrampilan sosialisasinya. Dengan minat dan motivasi
bergaul yang besar anak akan terpacu untuk selalu memperluas wawasanpergaulan
dan pengalaman dalam bersosialisasi, sehingga makin banyak pula hal-hal yang dipelajarinya yang pada akhirnya akan meningkatkan kemampuan
bersosialisasinya. Sebaliknya bila seorang anak tidak memiliki minat dan
motivasi untuk bergaul, akan cenderung menyendiri dan lebih suka melakukan
kegiatan-kegiatan yang tidak banyak melibatkan dan menuntut hubungan dengan orang lain. Dengan demikian makin sedikit
pengalaman bergaulnya dan makin sedikit pula yang dapat dipelajarinya tentang
pergaulan yang dapat menjadi bekal untuk meningkatkan kemampuan sosialisasinya.
c.
Adanya bimbingan dan pengajaran
dari orang lain, yang biasanya menjadi “model” bagi anak.
Walaupun kemampuan sosialisasi ini dapat pula berkembang melalui cara“coba-salah” (trial and error) yang dialami oleh
anak, melalui pengalaman bergaul atau dengan “meniru” perilaku orang lain dalam bergaul,
tetapi akan lebih efektif bila ada bimbingan dan pengajaran yang secara sengaja
diberikan oleh orang yang dapat dijadikan “model” bergaul yang baik bagi anak.
d.
Adanya kemampuan berkomunikasi
yang baik yang dimiliki anak
Dalam berkomunikasi dengan orang lain, anak tidak
hanya dituntut untuk berkomunikasi dengan kata-kata yang dapat dipahami, tetapi juga dapat membicarakan topik yang dapat dimengerti dan menarik bagi
orang lain yang menjadi lawan bicaranya. Kemampuan berkomunikasi ini menjadi
inti dari sosialisasi.
Konteks dalam bersosialisasi juga mempengaruhi
perkembangan sosial anak, kerena dari konteks inilah anak memperoleh suatu
pengalama yang nantinya bisa di terapkan dalam kehidupannya. Konteks yang di
maksud antara lain:
a.
Keluarga.
Keluarga merupakan tingkat mikro dalam
kehidupan bermasyarakat. Disini lah kita akan memdapatkan pelajaran pertama
sebelum kita terjun ke masyarakat, dalam keluarga pastinya ada ayah, ibu, anak,
itu komponen terpenting dalam keluarga. Anak-nak akan memperoleh pendidikan
dari orang tuanya. Anak-anak tumbuh
dewasa dalam keluarga yang beragam. Setiap keluarga mempunyai pola asuh yang
berbeda-beda dalam mengasuh anaknya. Gaya pengasuhan orangtua snagat
berpengaruh terhadap pembentukan sosial anak. Contohnya kita ambil contoh anak
yang bernama ali, ali terlahir dari keluarga yang memiliki interaksi sosial
yang lemah lembut. Orang tua ali mendidik alia tau mengasuh ali dengan cara
tanpa kekerasan, dari itu lah dengan pengasuhan yang lembut ali akan mejadi
anak yang lembutjuga dalam bersosialisai dalam kehidupan bermasyarakat.
b. Keterlibatan
orangtua dan hubungan sekolah – keluarga-masyarakat
Orang tua sebagai salah satu komponen
terpenting dalam proses perkembangan anak harus mendukung juga terlibat dalam
proses pendidikan di sekolah oleh guru. Selain itu sebagai orang tua harus
mampu menjadi contoh yang baik bagi anak-anaknya. Lemahnya pengawasan orang tua
akan berakibat buruk untuk proses perkembangan anak. Tidak hanya orang tua
pendidikan di sekolah juga sangat penting. Guru sebagai tenaga pendidik
diharapkan mampu untuk menghasilkan anak didk yang berkarakter. Pengaruh
masyarakat terhadap anak harus ada keterlibatan orang tua karena anak pada masa
sekolah dasar belum seutuhnya mampu menganalisia sesuatu maka dari itu keterlibatan
orang tua sangat di perlukan pada konteks ini.
C. Teman Sebaya.
Selain keluarga dan guru, teman sebaya
juga memainkan peran penting dalam perkembangan anak-anak. Dalam konteks
perkembangan anak, teman sebaya adalah anak-anak dengan usia atau tingkat
kedewasaan yang kurang lebih sama. Interaksi teman sebaya yang memiliki usia
yang sama memainkan peran khusus dalam perkembangan sosioemosional anak-anak.
Salah satu fungsi yang paling penting dari teman sebaya adalah untuk memberikan
sumber imformasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga.
D. Sekolah
Disekolah, anak-anak menghabiskan
bertahun-tahun waktunya sebagai anggota dari satu masyarakat terkecil yang
memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap perkembangan sosioemosional
mereka. Dalam setiap kelas yang kita ajar, beberapa anak akan memiliki
keterampilan sosial yang lemah, satu atau dua anak mungkin anak-anak yang
ditolak, beberapa anak yang lain mungkin adalah anak-anak yang terabaikan.
Ingatlahlah memperbaiki keterampilan sosial adalah lebih mudah ketika anak-anak
berusia 10 tahun atau lebih mudah.
Perkembangan sosial akan baik jika
anak mampu memilah hal yang mereka dapatkan di dalam kehidupan masyarakat.
Karena perkembangan sosial yang baik akan menghasilkan anak yang baik pula.
2.
Perkembangan emosional
Perkembangan
emosional anak sekolah dasar sudah mulai mengalami peningkatan dari masa
prasekolah. Dimana mereka telah menyadari bahwa pengungkapan emosi yang secara
kasar tidak akan diterima oleh masyarakat. Dengan demikian ia mempunyai
motivasi yang kuat untuk belajar mengendalikan dan mengungkapkan emosinya. Pada
saat sekolah dasar ini mereka cenderung akan memulai mengerjakan tugas-tugas
yang dibebankan secara senang hati. Mereka mulai belajar mengemban
tanggungjawab dan bersikaf yang baik dengan teman sepergaulan maupun
orang-orang yang berada disekitar mereka. Perkembangan
emosi tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan sosial (tingkah laku
sosial).Orang di sekitar yang banyak mempengaruhi perilaku sosialnya, dunia
sosioemosional anak menjadi semakin kompleks, interaksi dengan keluarga, teman,
sekolah dan guru memiliki peran penting, pemahaman diri dan perubahan dalam
perkembangan gender dan moral menandai perkembangan anak, emosi memainkan peran
yang penting dalam kehidupan anak, pergaulan yang semakin luas membuat anak
belajar, bahwa emosi yang kurang baik tidak diterima oleh temannya, anak
belajar mengendalikan emosi yang kurang dapat diterima orang lain, seperti:
amarah, menyakiti perasaan orang lain, ketakutan dan sebagainya
Sejumlah penelitian tentang emosi anak menunjukkan bahwa perkembangan emosi
mereka bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar (Hurlock, 1960:266)
dalam (Perkembangan Peserta Didik (2002:156)). Reaksi emosional yang tidak
muncul pada awal kehidupan tidak berarti tidak ada, reaksi tersebut mengkin
akan muncul di kemudian hari, dengan berfungsinya sistem endokrin. Kematangan
dan belajar terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi.
Perkembangan kelenjar endokrin penting untuk mematangkan perilaku emosional.
Kegiatan belajar turut menunjang perkembangan emosi. Metode belajar yang
menunjang perkembangan emosi, antara lain:[1][2]
a.
Belajar dengan coba-coba
Anak belajar secara coba-coba untuk mengekspresikan emosi dalam bentuk
perilaku yang memberikan pemuasan terbesar kepadanya, dan menolak perilaku yang
memberikan pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberikan kepuasan.
b. Belajar dengan cara meniru
Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain,
anak-anak bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan
orang-orang yang diamati.
c. Belajar dengan cara mempersamakan diri (learning
by identification)
Anak menirukan reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh rangsangan
yang sama dengan rangsangan yang telah membangkitkan emosi yang ditiru. Disini
anak hanya menirukan orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang
kuat dengannya.
d. Belajar Melalui Pengkondisian
Dengan metode ini objek situasi yang pada mulanya gagal memancing reaksi
emosional, kemudian dapat berhasil dengan cara asosiasi. Pengkondisian terjadi
dengan mudah dan cepat pada tahun-tahun awal kehidupan karena anak kecil kurang
mampu menalar, kurang pengalaman untuk menilai situasi secara kritis, dan
kurang mengenal betapa tidak rasionalnya reaksi mereka.
e. Pelatihan atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasan, terbatas pada
aspek reaksi.
Kepada anak
diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika suatu emosi terangsang. Dengan
pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang
biasanya membangkitkan emosi yang menyenangkan dan decegah agar tidak bereaksi
secara emosional terhadap rangsangan-rangsangan yang membangkitkan emosi yang
tidak menyenangkan.
Perkembangan emosi pada anak masa sekolah dasar akan
baik jika pengaruh lingkungannya juga baik. Karena perkembangan emosional tidak
dapat dilepaskan dari perkembangn sosial pada anak. Perkembangan sosioemosional
merupakan perkembangan yang sangat penting yang harus di kembangkan karena
mulai dari perkembangan ini anak akan berinteraksi, bersosialisai, komunikasi
dan mengatur tingkatan emosi jika semuanya dikembangkan dengan baik maka anak
akan lebiih mudah untuk beradaptasi pada tingkatan selanjutnya yaitu remaja.
Kemampuan bersosialisasi dan mengatur tingkatan emosi merupakan bekal utama
yang akan di pakai nanti pada untuk menmghadapi masa remaja nanti.
Daftar pustaka
Annisa,Akmala.2010.Perkembangan Fisik
dan Perseptual Anak
SD.[online]http://edukasi.kompasiana.com/2010/10/25/perkembangan-fisik-dan-perseptual-anak-sd-301961.html